Prinsip bagi hasil syariah
Prinsip bagi hasil (profit sharing), secara umum dalam
prbankan syariah dapat dilakukan dalam empat akad utama, yaitu al-musyarakah, al-mudharabah, almuzara’ah
dan al-mushaqah. Walau demikian,
prinsip yang paling banyak dipakai adalah al-musyarakah dan al-mudharabah,
sedangkan al-muzara’ah dan al-mushaqah dipergunakan khusus untuk plantation
financing atau pembiayaan pertariian oleh beberapa bank islam.
Al-musyaraqah adalah akad kerjasama antara dua pihak
atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan
resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Adapun yang menjadi landasan syariah akad
al-musyaraqah ini adalah Al-Qur’an Surat An-Nisaa ayat 12, yang artinya:
“…maka mereka
berserikat pada sepertiga…”
Selanjutnya didalam Al-Qur’an surat As-shaad ayat 24, dikatakan pula:
“…dan
sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka
berbuat zalim kepada sebagian yang lain kecuali orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh…”
Sedangkan Hadits Nabi yang berkaitan dengan hal ini
adalah:
“Dari Abu
Hurairah, Rasulullah SAW, bersabda: Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla berfirman:
Aku pihak ketiga dari dua orang yang brserikat selama salah satunya tidak
menghianati lainnya”.
Hadits ini menunjukkan kecintaan Allah kepada
hamba-hambaNya yang melakukan perkongsian selama saling menjunjung tinggi
amanat kebersamaan dan menjauhi penghianatan.
Al-Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul
atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses
seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha.
Secara teknis, Al-Mudharabah adalah akad kerjasama
usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul mal) menyediakan seluruh
(100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha
berdasarkan mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam
kontrak, sedangkan apabila rugi di tanggung oleh pemilik modal selama kerugian
itu bukan akibat kelalaian sipengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan
karena kekurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung
jawab atas kerugian tersebut.
Landasan syari’ah yang mendasari akad ini adalah
Al-Qur’an Surat Al-Muzzammil ayat 20, yang artinya:
“…dan dari
orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari sebagian karunia Allah…”
Sedangkan Hadits Nabi menyatakan sebagai berikut:
“Diriwayatkan
dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul muthalib jika memberikan dana
kemitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa
mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau mmbeli ternak. Jika
menyalahi peraturan tersebut, yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana
tersebut. Disampaikanlah syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah SAW, dan
Rasulullah membolehkannya.”
Secara umum mudharabah terbagi menjadi dua jenis,
yaitu: Mudharabah Muthlaqah dan Mudharabah Muqayyadah. Mudharabah
muthlaqah adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan mudharib yang
cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu
dan daerah bisnis.
Sedangkan Mudharabah Muqayyadah, atau disebut juga
dengan istilah restricted mudharabah/specified mudharabah adalah kebalikan dari
mudharabah muthlaqah. Si mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu
atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan kecendrungan
umum si shahibul maal dalam memasuki jenis dunia usaha.
0 komentar:
Posting Komentar