Teori konvensional tentang menabung

                        Loanable Funds
           Tabungan, menurut teori klasik (teori yang dikemukakan oleh Adam Smith, David Ricardo, dll) adalah fungsi dari bunga, makin tinggi tingkat bunga maka makin tinggi pula keinginan masyarakat untuk menyimpan dananya di bank. Artinya, pada tingkat bunga yang lebih tinggi, masyarakat akan terdorong untuk mengorbankan atau mengurangi pengeluaran untuk konsumsi guna menambah tabungan. Sedangkan bunga adalah “harga” dari (penggunaan) loanable funds atau bisa diartikan sebagai dana yang tersedia untuk dipinjamkan atau dana untuk investasi. Investasi juga merupakan tujuan dari tingkat bunga.
Semakin tinggi tingkat bunga (tingkat bunga kredit), maka keinginan untuk melakukan investasi juga semakin kecil. Alasannya, seorang pengusaha akan menambah pengeluaran investasinya apabila keuntungan yang diharapkan dari investasi tersebut lebih besar dari tingkat bunga yang harus dibayarkan untuk dana investasi tersebut sebagai ongkos untuk penggunaan dana (cost of capital). Makin rendah tingkat bunga maka pengusaha akan terdorong untuk melakukan investasi, sebab biaya penggunaan dana yang semakin kecil. Tingkat bunga dalam keadaan seimbang akan tercapai apabila keinginan menabung masyarakat sama dengan keinginan pengusaha untuk melakukan investasi. Secara grafik keseimbangan tingkat bunga dapat digambarkan sebagai berikut 

 Liquidity Preferency
Keynes dalam teorinya menyebutkan bahwa, tingkat bunga ditentukan oleh permintaan dan penawaran uang. Menurut teori ini ada tiga motif mengapa seseorang bersedia untuk menabung uang tunai, yaitu motif transaksi, motif berjaga-jaga dan motif spekulasi (Boediono, 1982:82). Tiga motif inilah yang merupakan sumber timbulnya permintaan uang yang dikenal dengan istilah Liquidity preference, artinya permintaan akan uang menurut teori Keynes berlandaskan pada konsepsi pada umumnya orang menginginkan dirinya tetap liquid untuk memenuhi tiga motif tersebut.
Teori Keynes menekankan adanya hubungan langsung antara kesediaan orang membayar harga uang tersebut (tingkat bunga) dengan unsur permintaan akan uang untuk tujuan spekulasi. Dalam hal ini permintaan besar apabila tingkat bunga rendah dan permintaan kecil apabila tingkat bunga tinggi.

            Teori Menabung Yang Islami
Menabung adalah tindakan yang dianjurkan oleh Islam karena dengan menabung berarti seorang muslim mempersiapkan diri untuk pelaksanaan perencanaan masa depan sekaligus untuk menghadapi hal-hal yang tidak diinginkan. Dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang secara tidak langsung memerintahkan kaum muslimin untuk mempersiapkan hari esok secara lebih baik, seperti dalam QS An-Nissa ayat 9 dan QS Al-Baqarah ayat 266 yang menyatakan bahwa “Allah memerintahkan manusia untuk mengantisipasi dan memepersiapkan masa depan untuk keturunannya baik secara rohani atau iman maupun secara ekonomi“. Menabung adalah salah satu langkah dari persiapan tersebut (Antonio, 2000, 205-206)
Alokasi anggaran konsumsi seorang muslim akan mempengaruhi keputusan dalam menabung dan investasi. Seseorang biasanya akan menabung sebagian dari pendapatannya dengan beragam motif, antara lain :
(1). Untuk berjaga-jaga ketidakpastian masa depan
(2). Untuk persiapan pembelian suatu barang konsumsi di masa depan
(3). Untuk mengakumulasikan kekayaan.
Demikian pula seseorang mengalokasikan sebagian dari anggarannya untuk investasi, yaitu menanamkan pada sektor produktif. Dengan investasi, maka seseorang rela mengorbankan konsumsinya sekarang dengan harapan akan mendapatkan hasil (return) dimasa datang. Dengan adanya return dimasa depan berarti akan terjadi akumulasi kekayaan yang dapat meningkatkan kesejahteraan hidup.

Bukti lain bahwa Islam sangat mendorong kegiatan menabung dan investasi adalah bahwa dalam berbagai aturan Islam dalam mengelola harta membawa implikasi positif pada tabungan dan investasi ini, misalnya larangan terhadap penumpukan harta, pengenaan zakat pada harta yang menganggur melebihi batas waktu tertentu dengan penghapusan bunga. Hal terakhir ini kemudian dijadikan alternatif sistem bagi hasil yang diperoleh melalui kerjasama investasi mudharabah dan musyarakah (Hendrianto, 2003, 143-144 / dalam karya ilmiah Siffa Widiastama 2006).

0 komentar:

Posting Komentar